Pak Janggut dan Buntelan Ajaib

Siapa yang ga tau Pak Janggut???

“Huuuu” buat yang nggak tau! Hahahahaha…

Tapi tenang aja, masih belum terlambat kok untuk mencari tahu,  soalnya sekarang udah ada situs buat penggemar lama dan bakal calon penggemar baru yang selalu ingin tahu. Pingin ke situsnya? Nih, Klik ajah link dibawah ini:

Pak Janggut dan Buntelan Ajaib

Untuk yang para bakal calon penggemar, saya akan ceritakan sedikit ikhwal pertemuan saya dengan Pak Janggut dan Buntelan Ajaibnya….

Pada zaman dahulu kala, tersebutlah suatu masa dimana televisi layar datar, The Sims2, Internet dan Telepon seluler belum belum ditemukan,bahkan toko bukupun masih jarang.

Masa  itu adalah masa – masa dimana cerita-cerita HC Anderson, Grimm Brother, Roald Dahl dan Enid Blyton masih sering dibisikkan ke telinga anak-anak menjelang tidur, hingga mimpi – mimpi mereka pun dihiasi istana, menara,pelangi, si jahat yang buruk rupa dan si baik hati yang rupawan selaksa rembulan. Harry Potter jelas masih jauh di awang awang.

Masa itu adalah masa dimana siang hari terasa panjang, malam pun rasanya sangat menikmati kesunyian. Dalam keadaan semacam itulah, di suatu desa tepi surakarta saya memasuki  masa kanak-kanak yang…..bahagia(?)

Hari – hari panjang itu menurut saya membosankan.  Kenapa? Karena orang tua saya tidak terlalu konvensional. Tidak seperti orang tua lain di lingkungan kami, mereka tidak mengizinkan saya untuk bermain di luar rumah selagi matahari bersinar garang. Alhasil, sebagai warga negara dari negara yang berklim tropis, hampir sepanjang siang saya terkurung di dalam rumah. Bermain itu – itu saja hingga mati bosan rasanya. Saya pingin main mobil remot di luar, pingin main layang – layang, pingin kejar – kejaran, ….

Kalau saya bosan, saya cuma tergolek saja di lantai  sambil sesekali berguling

guling….guling…guling…

guling…guling…guling….

kok jadi mirip shiro?

Kalau tidak, saya akan termenung di jendela, menatap birunya langit sembari berharap “Hujan turunlah..hujan turunlah!’ ya, meskipun tidak diijinkan main panas panasan, saya diijinkan hujan hujanan. Sampai sekarang pun suka hujan hujanan.

Di suatu siang dimana saya ber guling..guling..guling.. Bapak saya yang galak tapi baik hati itu pulang kantor. Ia berjalan ke arah saya, menghentikan guling guling saya kemudian menyodorkan sebentuk majalah ke depan hidung saya “DUGH…adoww hidung saya berdarah darah!! tapi boong dink” Yap itulah awal perkenalan saya dengan majalah yang namanya saya eja dengan susah payah be-ow-be-ow…bodo!Eh, Bobo.

Nah lo? kuk jadi ikhwal pertemuan dengan bobo? soir soir, saya perbaiki deh…

Jadi setelah hari itu, kegiatan saya bertambah satu, ndak cuman guling guling guling dan melototin jendela, saja juga selalu menanti sampai hari berubah senin, hari di mana Bobo terbit. Di suatu Senin sore yang berdebu, dengan hati – hati saya buka majalah baru saya. Saya sapukan jari jari saya ke lembaran lembarannya yang masih mulus. saya pandangi tokoh demi tokoh yang sangat saya kenal sembari tersenyum sayang. Sampai pada suatu halaman, saya tau akan ada yang akan berubah pada Bobo seri itu. Cergam episode lalu sudah selesai, artinya cergam baru akan segera dimulai. Dan itulah dia, seorang kakek  gendut berbaju hijau dan berpipi merah. Hidungnya Bulat besar matanya pintar. Janggutnya putih panjang sampai ikat pinggang, menyandang buntelan lusuh di bahuh. Pak Janggut  dan Buntelan Ajaib dalam kisah Lemari Seribu Pintu.

Dalam kisah itu, Pak Janggut diceritakan telah membawa kembali Putri Melati Centil Aneh, dan ia sekarang tinggal dirumah para penyihir.  Dua penihir kakak beradik Baltasof dan Sokratop beserta putra putri mereka, Domoli yang Gembul, Pompit yang  pemalu dan Rika yang tomboi. Petualangan meraka dimulai ketika kedua penyihir tua ini mulai kehilangan akal karena kenakalan anak – anak mereka. Mereka berpikir, berpikir dan berpikir (ngga juga seserius itu dink) bagaimana baiknya. Akhirny mereka memutuskan, agar anak – anak itu sedikit lebih dewasa mereka akan mengirim anak – anak itu untuk menginap di rumah teman teman jauh mereka. Begitulah, mereka mengundang teman teman mereka dari negeri yang jauh melalui perjalanan dalam lemari seribu pintu. Domoli sedianya akan berangkat ke siberia, pompit ke jepang dan Rika ke Amerika. Hanya saja, sebelum keberangkatan mereka dalam damai, jelas banyak tingkah polah anak – anak brandal itu untuk memeriahkan suasana. dan disitulah pak Janggut berperan, dengan buntelannya ia menjadi penengah bagi mereka , meskipun terkadang ia juga menjadi salah satu biang keributannya.

Setelah semua beres dan terencana, tibalah saatnya pergi. Satu demi satu anak anak itu memasuki lemari seribu pintu dengan riang, meninggalkan ketenangan yng aneh di puri penyihir. Apakah kedua penyihir dewasa yang tersisa itu senang? ya jelas, sudah lama mereka mendambakan keheningan di puri. Bertiga dengan pak janggut mereka menikmati teh sambil berbincang. Tapi kebahagiaan itu tak bertahan berapa lama ternyata, di sore hari kepergian anak  anak mereka, dua bersaudara yang sama anehnya itu mulai merindukan kehadiran anak – anak. Mereka menagis menangis dan menangis. Masalahnya,  Domoli dan saudara-saudaranya tidak hanya akan menginap seari ataupun dua hari, mereka dijanjikan menginap selama sepuluh tahun, waktu yang relatif singkat untuk penyihir sebenarnya, tapi rindu orang tua mana bisa ditahan tahan sih!

Akhirnya mereka melakukan kegilaan lainnya, waktu mereka majukan sepuluh tahun, hingga tibalah hari dimana anak – anak seharusnya pulang.  Tapi mereka tidak mau menjemputnya sendiri. Mereka meminta Pak Janggut melakukan penjemputan itu. Maka pak janggutpun melangkahkan kakinya ke dalam lemari seribu pintu. Langkah yang menjadi penutup kisahnya dengan lemari seribu pintu, sekaligus awal dari petualangan lainnya yang lebih seru, mencegangkan dan mengundang bahaya. Melawan raja yang kejam, Naga raksasa dan puma dalam kisah-kisah : Kapal dari Es di siberia, Kimono Hitam di Jepang dan Kepala Suku yang menyamar di Amerika.

janggut..janggut

janggut..janggut

Salam

Bola bunder berjanggut

10 thoughts on “Pak Janggut dan Buntelan Ajaib

  1. ah, ga percaya gw. masak anak rumahan tp kulitnya kok…? ups!

    v(^_^)

    kirain pak janggutnya gw, pret. hwehe. ah, gw mah dl ga jaman baca2 majalah. gw maennya berpetualang. mendaki gunung, lewati lembah. sungai mengalir indah ke samudra. bersama teman bertualang. ninja hattori, dong. hwehe.

  2. Jadi tujuanmu mencari bobo dalam kegelapan malam itu utk mendukung cerita inikah?

    Nte, ceritain dongeng kejadian seharusnya sebenarnya itu dong…
    =======================================================
    Hohoho, ya, salah satunya untuk mendukung yang ini..hidup sayah penuh perjuangan yah!!wakakaka
    Oke okeh, lagi dibikin nih yang kamuh mauh…kejadian seharusnya sebenarnya

  3. kangpandoe says:

    masa kecil kurang bahagia ya…
    but masih mending waktu kecil bacaannya majalah bobo..
    aku waktu kelas 3 SD udh langganan novel “Wiro Sableng” sama “Khoo Ping Hoo”
    ===============================================
    Pantes jadinya kayak kamuh wakakakakaka…
    sekarang bacanya apa ndu?

  4. *bacanya komennya Kang Pandu, ngakak guling-guling*

    Setuju Ta, jadinya seperti itu. Kalo aku dari kelas 5 baca Budi Darma, Antonio De Saint Exupery, Karl May, dan semua novel jadul lain, jadinya seperti ini. Mwehehe…

    Sama siy Ta, aku juga jarang maen keluar. Bukan ga mau, tapi rumahku jauh dari tetangga. Sementara tetangga takut maen ke rumah (kesannya angker sih). Maka mainlah aku ke perpus ^_^

    *tepuk-tepuk teman senasib*

  5. Hehehe.. Aduh, baca komen temen-temen ga nahan buat ketawa nih.
    Ternyata bacaan kalian kayak gitu, ya?
    Kalo aku dari kecil bacaannya majalah Annida, lho. Hehehe, bo’ong, ding. 😛

Leave a reply to bobubaca Cancel reply